PLTN Aman dan Ramah Lingkungan?
Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) per 1 Juli 2010 sungguh membebani hidup masyarakat, terutama untuk kalangan perekonomian bawah menengah ke atas. Oleh pemerintah, atau dalam hal ini PLN, kenaikan TDL tersebut sebagai bentuk konsekuensi logis dari krisis energi listrik yang melanda Indonesia. Menaikkan TDL dianggap merupakan langkah penyelamatan, walau sebenarnya bukan satu-satunya solusi (win-win solution).
Pemerintah, menurut saya hanya melakukan “subsidi silang”, yaitu dengan menaikkan TDL akan membantu mengurangi subsidi BBM. Namun sampai kapan “subsidi silang” itu akan bertahan? Pada waktunya nanti, sumber energi kita, meskipun SDA memadai, tetap saja akan terkuras habis. Karena itu, yang diperlukan mestinya tidak semata-mata persoalan subsidi dengan menaikkan TDL, tetapi juga harus memikirkan ekstra keras bagaimana ke depan kita dapat memperoleh pasokan energi listrik yang cukup dan berkualitas.
Sejauh ini, para ahli dan pemerintah menaruh harapan besar pada realisasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Badan Energi Atom Internasional (IAEA) memperbolehkan Indonesia membangun PLTN. Rencananya tahun 2017 Indonesia akan punya PLTN. Namun fakta bicara lain, sekadar berencana saja, yang pasalnya bakal diujicobakan di daerah Jepara Jawa Tengah, masyarakat setempat menolak realisasi program PLTN itu.
Dari sana, muncul pertanyaan mendasar, mengapa masyarakat menolak rencana pembangunan PLTN? Sebegitu bahayakah PLTN bila diterapkan di negara kita? Pertanyaan-pertanyaan ini sejatinya dapat dijawab tuntas oleh pemangku wewenang pemerintah atau PLN.
Tinjauan akademis
Memang, sampai saat ini, dalam benak kita, begitu mendengar kata ‘nuklir’, imajinasi kita langsung tertuju pada senjata pemusnah massal layaknya bom atom, atau bahaya radiasi akibat kecelakaan instalasi seperti yang terjadi di Chernobyl (Ukraina) dan Three Mile Island, AS. Namun menurut para ahli, hal tersebut sudah tidak relevan lagi.
Energi nuklir merupakan hasil dari reaksi fisi yang terjadi pada inti atom. Dewasa ini, reaksi inti yang banyak digunakan oleh manusia untuk menghasilkan energi nuklir adalah reaksi yang terjadi antara partikel dengan inti atom yang digolongkan dalam kelompok heavy atom seperti aktinida. Berbeda dengan reaksi kimia biasa yang hanya mengubah komposisi molekul setiap unsurnya dan tidak mengubah struktur dasar unsur penyusun molekulnya, pada reaksi inti atom atau reaksi fisi, terjadi perubahan struktur inti atom menjadi unsur atom yang sama sekali berbeda.
Ada beberapa keunggulan PLTN. Pertama, menghasilkan energi bersih. Para ahli berkesimpulan, bahwa PLTN tidak mengeluarkan gas berbahaya seperti CO2, SOX dan NOX. Saat ini, setiap tahun 25 milyar ton CO2 dilepas ke atmosfer, menyebabkan efek rumah kaca dan berujung pada pemanasan global. PLTN ramah lingkungan karena mampu mengurangi emisi CO2 yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil sehingga PLTN adalah solusi energi dalam mencegah pemanasan global.
Kedua, stabil dan efisien. PLTN mampu menghasilkan energi yang besar, dengan kesetaraan 1 g EU (enriched uranium) sebanding dengan 112 kg batubara membuat PLTN tidak banyak membutuhkan bahan bakar. Penggantian bahan bakar dengan waktu 1,5 tahun membuat PLTN sangat efisien, sehingga fluktuasi naik turunnya harga uranium tidak akan banyak mempengaruhi harga jual listrik PLTN.
Ketiga, diversifikasi energi dan bernilai ekonomis. PLTN akan mengurangi kebergantungan terhadap energi fosil. Kehadiran PLTN bukan untuk menggantikan energi fosil tetapi sebagai pelengkap untuk menjamin ketersediaan energi. Hal ini juga akan menyebabkan stabilnya harga jual listrik meskipun harga minyak dan batubara naik. Biaya PLTN jauh lebih besar dikonstruksi dibandingkan dengan biaya bahan bakarnya. Dengan umur pembangkit yang mampu mencapai 60-70 tahun menyebabkan harga listrik PLTN paling murah jika dibandingkan dengan pembangkit lainnya.
Keempat, dapat memfungsikan limbah dan daur ulang bahan bakar. Untuk satu unit PLTN 1000 Mwe dengan operasi 40 tahun hanya membutuhkan tempat penyimpanan limbah berukuran 3 x 4 x 10 m3. Limbah itu sendiri merupakan bahan bakar yang sudah terpakai (spent fuel), namun demikian limbah itu juga merupakan aset yang berharga di masa yang akan datang karena mampu didaur ulang menjadi bahan bakar PLTN lagi.
Langkah pengamanan
Persoalannya, jika memang benar bahwa PLTN tidak berbahaya, mengapa terjadi penolakan di kalangan masyarakat? Barangkali ada beberapa kemungkinan. Yakni masyarakat kita sangat awam soal pengetahuan nuklir, dan mestinya hal ini bisa disikapi oleh pemerintah dengan misalnya melakukan sosialisasi pengetahuan tentang PLTN itu sendiri. Sebab yang terjadi selama ini, pemerintah cenderung lebih mengutamakan ‘wacana’ realisasi program daripada sosialisasi terlebih dahulu. Akibatnya, sudah pasti terjadi kontroversi di kalangan masyarakat.
Pengetahuan tentang pola pengamanan tidak tersampaikan dengan baik oleh pemerintah kepada masyarakat luas. Padahal, negara-negara tetangga yang menerapkan PLTN telah menerapkan sistem pengamanan berlapis (defence in depth). Pertama, PLTN dirancang dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir. Kedua, PLTN dilengkapi dengan sistem pengaman/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi akibat-akibat dari kecelakaan yang mungkin terjadi selama umur PLTN. Ketiga, PLTN dilengkapi dengan sistem tambahan yang dapat diandalkan untuk mengatasi kecelakaan terparah yang diperkirakan dapat terjadi pada suatu PLTN. Walau begitu, konon, kecelakaan tersebut kemungkinannya amat sangat kecil terjadi selama umur PLTN.
Selama operasi PLTN, pencemaran yang disebabkan oleh zat radioaktif terhadap lingkungan dapat dikatakan tidak ada. Air laut atau air sungai yang dipergunakan untuk membawa panas dari kondensor sama sekali tidak mengandung zat radioaktif, karena tidak bercampur dengan air pendingin yang bersirkulasi di dalam reaktor. Gas radioaktif yang dapat ke luar dari sistem reaktor tetap terkungkung di dalam sistem pengungkung PLTN, dan sudah melalui ventilasi dengan filter yang berlapis-lapis. Gas yang lepas melalui cerobong aktivitasnya sangat kecil (sekitar 2 milicurie/tahun), sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Pengalaman Jepang sangat menarik disampaikan. Tahun 1945 Jepang di bom atom oleh Amerika, dua kotanya Hiroshima dan Nagasaki hancur lebur. Namun Jepang saat ini begitu giatnya mengembangkan nuklir termasuk untuk listrik. Di Jepang ada 50 lebih PLTN beroperasi dengan aman, sehingga rakyatnya makmur dan sejahtera. Bagaimana dengan Indonesia?
Sumber : Suara Merdeka, 26 Juli 2010
0 komentar:
Posting Komentar